Sabtu, 05 Maret 2011


Bisakah Pengajar Lokal Bersaing dengan Pengajar Asing?


Di artikel ini akan menguraikan fenomena antara pengajar bahasa Inggris dari negara asing (native English teacher) dengan pengajar lokal (non-native English teacher) serta kompetensi tersembunyi yang membuat mereka harus mampu bertahan dan bersaing secara cerdas. Dimulai dari definisi pengajar asing dan lokal yang masih dalam perdebatan, diskriminasi pendidikan yang terjadi terhadap pengajar lokal, kemampuan yang membedakan keduanya, dan kesimpulan atas situasi yang terjadi antara pengajar asing dan pengajar lokal.

Di zaman globalisasi ini, identitas pengajar asing dan pengajar lokal turut andil dalam proses pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Stereotip tentang pengajar asing adalah pengajar yang terbaik dalam pengajaran bahasa Inggris berkembang di seluruh kalangan masyarakat belakangan ini. Hal ini terlihat dari perbedaan yang kedua pengajar terima dari institusi pendidikan, masyarakat maupun para pelajar yang lebih mengunggulkan para pengajar asing. Sehingga dalam hal ini terjadi diskriminasi pendidikan (Sharifian, 2009).

Salah satu contohnya adalah dosen saya, Prof. Farzad Sharfian, di Monash University yang bercerita ketika dulu beliau hijrah dari Iran ke Australia dan melamar sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris. Setiap lamaran yang beliau kirimkan selalu ditolak oleh universitas-universitas di Australia dengan alasan beliau bukan seorang native speaker atau penutur asli bahasa Inggris tanpa melihat kualifikasi beliau sebagai seorang Master dari Iran. Situasi ini juga didukung oleh iklan-iklan (umumnya iklan dari negara berbasis bahasa Inggris/English speaking country) dalam mencari tenaga pengajar berbahasa Inggris yang selalu menuliskan syarat identitas; harus penutur asli sebagai syarat utama.

Jumlah pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL teacher) dan pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing (EFL teacher) yang melebihi penutur asli bahasa Inggris membuat pengertian identitas ketiganya sulit dibedakan. Menurut the Oxford Companion to the English Language, pengajar bahasa asing adalah seseorang yang telah menggunakan bahasa tertentu sejak lahir. Selain itu pengajar bahasa asing diidentikkan dengan orang-orang Anglo-saxon yang digambarkan sebagai orang-orang yang berasal dari negara berbasis bahasa Inggirs (Halliday dikutip dari Sharifian, 2009). Sedangkan pengajar lokal adalah tenaga pengajar yang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing.

Namun saat ini sangatlah sulit untuk menentukan variasi bahasa Inggris mana yang menentukan seorang itu penutur asing atau tidak, Hal ini dkarenakan banyaknya variasi dalam bahasa Inggris (contoh: Australian English, Singlish, Chinglish, Indonesian English, dll) dan tidak ada standar akurat dalam pemakaian bahasa Inggris. Serta semakin banyaknya mobilitas seseorang dari suatu negara ke negara lain membuat mereka sulit dianggap sebagai penutur asli ataukah penutur bahasa kedua (second language speaker). Jika dihubungkan dengan keadaan di Indonesia saat ini, kita masih bisa membedakan penutur asing dengan penutur lokal. Namun yang sangat membedakan adalah stereotip masyarakat terhadap pengajar asing dan pengajar lokal.

Perbedaan tenaga pengajar asing dan lokal sangat jelas terlihat. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di beberapa negara lainnya dimana bahasa Inggris dipakai sebagai bahasa kedua (second language) atau bahasa asing (foreign language). Maksud bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah karena bahasa Inggris didapat dan dipelajari di sekolah-sekolah atau kursus-kursus bahasa asing. Beberapa perbedaan yang jelas terlihat adalah ketika melamar pekerjaan sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris. Penolakan selalu menghampiri ketika seorang pengajar ESL atau pengajar EFL melamar pekerjaan itu. Khususnya jika pengajar pengajar ESL atau pengajar EFL melamar pekerjaan di negara-negara yang berbasiskan bahasa Inggris.

Seperti halnya yang juga terjadi di Indonesia, dimana kursus-kursus bahasa Inggris yang mempunyai pengajar asing sebagai salah satu tenaga pengajarnya, akan sangat diburu oleh masyarakat. Mereka tanpa pikir panjang akan mendaftarkan anak mereka kursus di sana tanpa memikirkan biaya yang akan mereka tanggung.

Fenomena ini terjadi karena stereotip yang berkembang di masyarakat bahwa pengajar asing lebih kompeten dari pengajar lokal. Di tambah lagi dengan kemampuan komunikasi yang lebih lancar dan kosakata yang pastinya lebih luas dari pengajar local membuat posisi pengajar lokal semakin tertinggal. Di satu sisi, stereotipe ini memang sesuai dengan kenyataannya, namun di sisi lain hal itu tidak bisa dijadikan standar kemampuan seorang pengajar.

Bagaimana hal nya dengan pengajar lokal yang lahir dan besar di negara berbasis bahasa Inggris? Atau pengajar lokal yang telah lama kuliah di luar negeri dan menerbitkan buku-buku berbahasa Inggris? Apakah diskriminasi itu berlaku untuk mereka? Seorang pengajar lokal juga mempunyai kemampuan yang sama atau lebih dari pengajar asing. Salah satu keunggulan pengajar lokal adalah mengajarkan tata bahasa (grammar) dan kesalahan pengejaan, hal ini dikarenakan mereka punya pengalaman dalam mempelajari bahasa Inggris dari awal dan apa lagi jika kemampuan itu diasah dengan pengalaman mengikuti pelatihan mengajar (teaching training). Sedangkan pengajar asing, berdasarkan beberapa penelitian mengatakan mereka umumnya lebih fokus kepada kelancaran berkomunikasi.

Menurut argumen saya, identitas para pengajar bahasa Inggris sebagai penutur asli tidak bisa menjadi tolak ukur kemampuan mereka dalam mengajarkan bahasa Inggris namun itu menjadi faktor keunggulan mereka. Seperti halnya seorang pengajar lokal, persamaan identitas (bahasa dan budaya) dan ekonomi menjadi salah satu faktor yang membuat para pengajar lokal harus lebih mampu bersaing. Dalam hal persamaan identitas, para pengajar lokal bisa mengatasi kesulitan kosakata dengan menggunakan kosakata yang bisa dimengerti para pelajar. Selain itu, seperti hal nya yang terjadi di daerah, kursus-kursus yang mempunyai pengajar asing umumnya mahal biayanya sehinga tidak terjangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah.

Situasi ini membuat masyarakat beralih ke para pengajar lokal dan menurut saya kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan oleh pengajar lokal untuk lebih meningkatkan kualitas ilmu bahasa Inggris dan ilmu mengajar mereka sehinga mereka mampu bersaing dengan pengajar asing. Jadi, dari faktor-faktor yang telah saya uraikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan para pengajar bahasa Inggris tidak bisa dinilai dari faktor luar yang melekat pada diri mereka, tapi ilmu dan kemampuan mengajarlah yang bisa menjadi tolak ukur kemampuan mereka dalam mengajarkan bahasa Inggris. (*)

0 komentar:

Posting Komentar